Thursday 19 August 2021

SEKOLAH DASAR KHIYAR

Seperti juga kakaknya, Sulha, yang mempunyai empat sekolah dasar, begitupun dengan adiknya Khiyar.

Khiyar awalnya mendaftar di sebuah Madrasah Ibtadaiyah tepat di belakang rumah toko milik ayahnya. Sudah delapan tahun keluarganya tinggal disana, di tengah sebuah pasar tradisional yang bising. Mau tak mau, Khiyar didaftarkan ke sekolah tersebut karena kakaknya juga bersekolah disana.

Tapi keberuntungan belum memihak kepada Khiyar saat itu. Ia tidak lulus di Madrasah Ibtidaiyah tersebut. Kata Bu Guru ketika ditanya ibu tentang nasibnya, khiyar kurang beruntung karena kartu keluarganya tidak terdaftar di kecamatan tersebut. Kata bu guru lagi, tahun ini banyak sekali peserta yang mendaftar sehingga yang tidak ada kartu keluarga dari daerah tersebut tidak bisa diloloskan.

Lalu, ibu mencari sekolah lain yang terdekat dari rumah agar tidak jauh sekali mengantarnya. Ibu menemukan sebuah sekolah dasar yang sangat biasa dan tak banyak muridnya. Di situlah Khiyar memulai kehidupan sekolah dasarnya.

Jumlah kawan sekelas Khiyar hanya sembilan orang, tapi teman dekatnya hanya satu orang di kelas tersebut, Busra kecil. Kawan lainnya semua abang kelas IV dan V. Abang-abang tersebut adalah kawan yang sangat seru. Setiap pulang sekolah mereka mengajak Khiyar memetik delima ataupun menangkap ikan di saluran irigasi di dekat sekolah sampai ibu tiba menjemput.

Sayangnya keseruan itu tidak berlangsung lama. Ibu dan Ayah memutuskan untuk pindah ke tempat lain karena kehidupan di tengah pasar tradisional sudah kurang cocok untuk Khiyar dan kakaknya.

Rumah toko mereka disewakan dan mereka pindah ke sebuah kampung yang dekat dengan sekolah tempat ibunya mengajar. Khiyar dan kakaknya akhirnya bersekolah di sebuah sekolah dasar, lagi-lagi yang paling dekat dengan rumah mereka.

Kata ibu ketika kakak bertanya kenapa kami selalu bersekolah di sekolah biasa agar kami bisa cepat pulang. Anak-anak tidak seharusnya belajar sampai sore. Nanti tak ada lagi waktu mereka bermain. Jika anak-anak tak puas bermain saat kecil, dia akan terus bermain-main hingga dewasa. Kata ibu lagi, jika anak-anak cepat pulang, kita bisa makan siang bersama.

Benar saja, bahkan ketika Khiyar naik kelas II dan kakaknya naik kelas IV, kakaknya malah mengajak kawan-kawannya makan siang bersama di rumah. Pasalnya setiap hari Rabu dan Kamis, si kakak dan kawan-kawannya masuk lagi setelah dhuhur untuk belajar Diniyah.

Tidak ada pengalaman yang luar biasa di sekolah dasar yang sekarang. Semuanya biasa saja. Setelah dua tahun bersekolah di sana, tiba-tiba ibu mendapat panggilan untuk melanjutkan pendidikan ke negeri jiran, Malaysia. Khiyar dan kakaknya sangat senang membayangkan akan ikut ke Malysia bersama-sama. Tapi sayang sekali ternyata ibu harus pergi sendiri dulu karena belum ada rumah untuk mereka tinggali di sana. Khiyar dan kakak sangat sedih. Ternyata mereka harus pindah lagi sekolah, kali ini ke kampung nenek mereka. Bersekolah di sekolah kecil tempat nenek mereka mengajar.

Kehidupan sekolah dasar Khiyar berlanjut di sekolah ketiganya. Khiyar beradaptasi dengan kawan-kawan baru lagi. Setelah pulang sekolah beberapa kawan mengajak Khiyar mengaji, memancing dan bermain di dapur batu bata. Jika tidak bermain bersama mereka, Khiyar pasti sudah bersepeda ke kampung-kampung lainnya yang dekat dari kampung neneknya.

Ternyata hanya dua bulan saja pengalaman seru bermain dengan kawan-kawan di kampung. Setelah dua bulan itu, ibu dan ayah menjemput Khiyar dan kakaknya Sulha untuk ikut ke Malaysia. Alangkah bahagia hati mereka berdua, akhirnya mereka bisa bersama-sama lagi dengan ibu dan ayah.

Tapi masalah barupun datang, anak-anak pendatang tidak bisa bersekolah di sekolah Negeri. Kebijakan itu baru saja keluar dalam dua tahun belakang. Ayah dan ibu Khiyar beberapa kali berkunjung ke Dinas Pendidikan Pulau Pinang untuk mengurus agar anak-anak agar bisa belajar di Sekolah Kebangsaan Malaysia bersama anak Melayu lainnya. Paling tidak bahasa yang digunakan tak jauh beda, pun budaya Melayu dan Aceh masih banyak yang sama. Tapi usaha tersebut tetap tidak mendapatkan hasil.

Akhirnya ayah dan ibu memutuskan untuk mengirim Khiyar dan kakaknya ke sekolah internasional : ada sekolah khusus India, sekolah khusus China, dan sekolah khusus untuk anak-anak Timur Tengah. Tentu saja ayah memilih sekolah yang semua siswanya muslim ; sekolah bersama anak-anak Arab.

Sungguh tak mudah bagi Khiyar untuk memahami materi Matematika, Ilmu Alam dan pelajaran lain diajarkan dalam Bahasa Arab. Tapi mereka cepat menyesuaikan diri, karena siswa-siswi di sekolah Arabic School tersebut kebanyakannya tinggal di apartement yang sama dengan tempat Khiyar tinggal.

Setelah setahun bersekolah di Arabic School, Khiyar dan kakak harus kembali pulang ke kampung nenek karena kakaknya akan mengikuti Ujian Nasional (UN). Khiyarpun menghabiskan satu semester lagi di sekolah tersebut.

Setelah ibu wisuda dan menyelesaikan semua urusan kuliahnya, Khiyar, Sulha, beserta ayah dan ibu kembali tinggal di daerah yang dekat dengan sekolah ibu. Kata ibu agar memudahkan jika anak-anak perlu sesuatu. Sementara Kak Sulha melanjutkan ke sebuah Sekolah Menengah Pertama Islam Karakter di seputaran wilayah tersebut juga. Tidak begitu jaun dari rumah yang mereka diami.

Meskipun kelas V dan VI, Khiyar pindah lagi ke sekolah yang baru, tapi alangkah senangnya Khiyar karena ternyata ibu memilih memindahkannya kembali sekolah dasar ke duanya dulu sehingga Khiyar tidak perlu beradaptasi lagi dengan kawan-kawan, karena kawan-kawannya adalah kawan lama Khiyar.

Demikianlah perjalanan sekolah dasar Khiyar yang berpindah-pindah membuat Khiyar harus belajar berinteraksi dengan banayk lingkungan. Meskipun untungnya banyak, tapi ibu tetap berdoa, semoga nanti Sekolah Menengah Pertama dan Sekolah Menengah Akhirnya Khiyar cukup satu saja. “Semoga,” kata Ibu.

                                                                                                     Oleh  : Mujaddid Lil Khiyar

                                                                                                     Kelas : VII Putra

No comments:

Post a Comment

JOGJAKARTA

Entah kenapa, Aku dan Jogja tak bisa akur. Meskipun aku sudah merinduinya sekian lama, tetap saja ketika mengunjunginya sekali dalam seumur ...