Tuesday 3 June 2014

INFINITIVE


Infinitive adalah verb yang selalu mengikuti ‘to'

e.g :  - I hope to see you again.
         - He promises to be here, soon.

Penggunaan infinitive dalam kalimat adalah sebagai berikut :

a.       Verb + infinitive

Beberapa verb yang langsung diikuti oleh infinitive, sbb :

Hope to, plan to, intend to, decide to, promise to, agree to, offer to, refuse to, seem to, appear to, pretend to, ask to, expect to, would like to, want to, need to.

e.g :  - I need to talk to you.
         - Omar expected to pass the test.
         - Finally, she agrees to follow me.

b.      Verb + Pro (noun) + infinitive

Berikut adalah beberapa verb yang diikuti oleh seseorang atau sesuatu kemudian baru diikiti oleh infinitive :

Tell someone to                                                                              
Advise someone to
Encourage someone to
Remind someone to
Invite someone to
Permit someone to
Allow someone to
Warn someone to
Require someone to
Order someone to
Force someone to


e.g :  - The police orders the driver to stop
         - Please tell her to come here at ten.
                     - My friend advises me to study hard.

c.       Penggunaan infinitive dalam kalimat negative.
Verb + not + invinitive.

e.g :  - He promised not to come late.
         - I encourage him not to be shy anymore.
         - Ina  is telling us not to cheat in the examination.

GERUND


Menurut Betty S Azar, gerund adalah bentuk –ing dari sebuah verb yang berfungsi sebagai noun.
Sebuah gerund ditempatkan pada posisi yang sama persis dengan sebuah noun ( mis : sebagai subjek atau objek).

Penggunaan gerund dalam kalimat adalah sebagai berikut :
a.      Sebagai subjek
e.g :  - Sleeping in the classroom is my hobby.
         - Loving can be felt by every human.
         - Spending the time with you is the greatest thing ever.

b.      Sebagai objek.
            Sebuah gerund yang berada pada posisi objek adalah gerund yang mengikuti kata-kata berikut :
           
            Enjoy, appreciate, mind, quit, finish, stop, avoid, postpone, delay, keep, consider, discuss, mention, suggest.
                e.g :  - I enjoy talking to my roommate.
                          - Ali stops loving Fatimah.
                          - Do you mind leaving me alone?

c.       Penggunaan gerund  sebagai objek preposisi (setelah preposisi).
e.g :  - We’re talking about spending our holiday in Sabang.
          - I am really sorry for doing so many mistakes.
          - Thanks for being a great friend, indeed.

d.      Penggunaan gerund setelah preposisi khusus untuk beberapa kata yang diikuti oleh preposisi ‘to’  ( fungsi to disini sebagai preposisi bukan bagian dari infinitive).
e.g :  - Anna is used to doing the homework together with her friends.
          - I accustom to sleeping with the window open.
          - I look forward to having your reply, soon.
          - They object to changing their plans.

e.      Penggunaan gerund dalam kalimat negative.
e.g :  - We consider not doing those stupid things anymore.
          - Ramiz thinks about not continuing his study in Aceh.

f.        Penggunaan gerund setelah go.
Penggunaan Go + gerund biasanya digunakan untuk aktifitas rekreasi.
e. g :  - I’m going to go hiking next week.
           - Let’s go fishing this afternoon.
           - Ketty went window shopping just morning.

Friday 30 May 2014

Personal Pronoun

Pronoun disebut juga Kata Ganti dalam Bahasa Indonesia.

Pronoun biasanya digunakan untuk menyebut kembali sebuah kata benda (noun) untuk menghindari pengulangan kata yang sama dalam sebuah kalimat.

Dalam pembahasan kali ini, saya hanya ingin membahas tentang Personal Pronoun atau kata ganti orang saja sebagai permulaan.

Dalam English Grammar ada empat Personal Pronoun yang sering digunakan :

1. Subjective Pronoun
    "I, You, She, He, It, We, They" dikenal dengan subject pronoun karena berfungsi sebagai subjek dalam kalimat.
          Contoh :
           - I just love the way you are.
           - We will let everything flows.
           - You will never see me anymore.

2. Objective Pronoun
    "Me, You, Her, Him, It, Us, Them" dikenal dengan object pronoun karena berfungsi sebagai objek dalam kalimat.
         Contoh :
           - Don't leave me alone.
           - Look, that girl calls us.
           - Please tell him to come back.

3. Possesive Pronoun
    " Mine, Yours, Hers, His, Its, Ours, Theirs" disebut possesive pronoun karena berfungsi menunjukkan kepunyaan.
         Contoh :
               - Don't take that book, that is mine.
               - The cat hide the fish as it knows I am going to take its. (kepunyaannya / ikannya)
               - My eyes stare at hers.
 
   Selain itu possessive pronoun (My....,Your.....,Her....,His....,Its....,Our....,Their....)
   juga digunakan pada kata-kata yang langsung diikuti oleh benda yang dipunyainya.
        Contoh :
               - Don't steal my heart. I won't steal yours.
               - The mouse hid its tail from the cat. (Its tanpa (') apostrophe )
               - It was a terrible moment when I saw him revealed his love to Maryam.

4. Reflexive Pronoun
    Yang termasuk Reflexive personal pronouns adalah myself, himself, herself, itself, ourselves, yourselves, and themselves. Mereka digunakan untuk menyebut kembali subjek yang telah dipakai sebelumnya.
Atau sering juga untuk menunjukkan sesuatu yang dilakukan oleh seseorang terhadap diri sendiri.
    Contoh :
             - I hurt myself when I fall in love.
             - Sometimes, the children have to take care of themselves.
             - He looks at himself at the mirror.
    
     Selamat Mencoba !
   


ADJECTIVE ORDER

Terkadang ketika kita membicara sesuatu atau seseorang yang mempunyai sifat yang banyak, kita sering bingung sifat mana yang harus kita tempatkan di posisi pertama.

Oleh karena itu, dalam tata grammar Bahasa Inggris, urutan sifat-sifat yang lebih dikenal dengan adjective order ini telah disusun dengan baku.

Berikut bisa kita lihat cara menyusun adjective order :

1. Determiner  : a, an, the, my, your, several, etc.
2. Description : beautiful, nice, smart, pious, rich, expensive, talkative, etc.
3. Size             : short, small, tall, long, gigantic, huge, tiny, etc.
4. Age             : old, new, young, ancient, etc
5. Shape         : round, square, triangular, rectangular, circular, etc
6. Color          : purple, black, orange, white, blaster, tan, beige,etc
7. Origin         : Acehnese, Gayonese, British, Arabian, Mexican, etc
8. Material     : silk, wooden, gold, cooper, silver, etc
9. Participle    : kind- hearted, open-minded, broken- hearted (Optional)
10. Noun         : girl, man, teacher, bridge, etc

Untuk lebih mudah mengingatnya, saya dan siswa-siswa saya menghilangkan urutan pertama (Determiner) dan membuat sebuah singkatan yang mudah kami ingat mulai dari description sampai Noun. Kami menyebutnya DeSASCoMPaN.

Ingat :  urutan adjektiva tidak harus ditulis semua !!

Berikut beberapa contoh penempatan Adjective Order dalam kalimat :

1. He gave me a beautiful, small, new, round, pink, German, silver music box.
2. I met a talkative, young, tan, kind hearted English teacher.
3. I felt in love to a handsome, smart, young, black, Acehnese man called Ahmad.
4. The interesting, small, rectangular, yellow car is parked there.
5. A pious, short, young, beige, Arabian girl broke my heart.

Friday 18 April 2014

PERJALANAN MENUJU MASA LALU II


Setelah ia memberikan senyum yang lebih kutangkap sebagai sebuah isyarat itu. Iya pun menyebrangi jalan menuju ke arah kiri. Dan aku bagaikan terhipnotis dengan geraknya, kembali mengikutinya berjalan di bawah pohon-pohon asam jawa (bak mee) yang dengan rajin menggugurkan daun-daunnya yang berserakan di sepanjang trotoar ini. Sesampai di lapangan Kodam Neusu, pak tua berdiri sejenak dan menyapu-pandang ke seluruh areal komplek lapangan militer tersebut. Ia berdiri disitu hanya tiga menit. Iya, hanya tiga menit tak lebih dan kemudian kembali berbelok ke arah yang sama dan melewati tempatku berdiri sambil mengajakku untuk kembali mengikutinya dengan isyarat senyuman yang tak berubah.      


Aku kembali berjalan di mengikutinya. Namun aku tak lagi pasang jarak bermeter-meter seperti tadi. Aku kini berjalan di dekatnya walaupun tidak bersisi-sisian, tapi aku kini berada tepat di belakangnya.

Deretan-deretan pohon asam jawa yang telah menaungi kami kini telah semuanya terlewati. Yang tertinggal hanya sinar matahari jam 12.45 siang yang semakin galak menghantam kepala kami yang tak bertutup dengan sinarnya yang semakin mengganas. Ketika kembali berhasil menyebrang jalan, dan berada di sepanjang pagar gedung Anjong Mon Mata, azan dhuhurpun terdengar dari segala penjuru arah mata angin.

Pak tua tampak mempercepat langkahnya dan bergegas mendekati gerbang kawasan pribadi Meuligoe Gubernur Aceh tersebut. Aku sedikit bingung ketika melihat pak tua berbelok memasuki kawasan elit itu. 

Seorang security yang sedang bertugas jaga, tersenyum kepada sang bapak yang terlihat sedang mengucapkan sesuatu kepadanya. Kemudian si bapak kembali menoleh ke arahku dan berjalan segera menuju ke mesjid yang terletak bersambung dengan bangunan meuligoe gubernur itu.

Akupun mengikutinya dengan agak ragu karena khawatir diinterogasi oleh security meuligoe.

Ketika aku menapaki satu persatu tangga mesjid yang tak seberapa luas ini, aku melihat pak tua sudah selesai berwudhu dan berjalan tanpa alas kaki menuju pintu mesjid sebelah kanan yang khusus di peruntukkan untuk jamaah laki-laki.

Setelah shalat, aku melihat pak tua duduk di anak tangga ke tiga berwarna putih krem di depan pintu gerbang jemaah perempuan dimana tak seorang jamaahpun berada disana dhuhur ini. Aku yang ketinggalan dua rakaat setelahnya, kini juga ikut-ikutan duduk di sampingnya. Kebingungan dan rasa penasaran yang telah berotasi memenuhi rongga kepalaku telah berhasil menghilangkan rasa takutku untuk mendekatinya dan mulai membuka suara.

Aku berusaha mengeluarkan satu persatu pertanyaan yang kini telah menyesaki ruang otakku, namun aku tak tahu harus mulai dari mana. Akhirnya aku hanya memilih untuk berdiam diri sambil menatap ke arah sungai yang mengalir dengan deras di bawah areal masjid dan meligoe ini.

“Kau tau sungai apa ini, anak muda?” Itulah ucapan pertama yang membuka pembicaraan kami tanpa perkenalan seperti layaknya orang-orang yang baru pertama kali bertemu.

“Emm, saya tidak tau, Cek. Saya belum pernah masuk kemari. Hanya lewat-lewat saja di jalan depan pendopo.” Jawabku jujur.

“ Kau pernah dengar tentang Darul Ishky? Inilah dia Darul Ishky yang mengalir di seluruh kawasan kerajaan Darod Donya (2)” Ujarnya dengan tenang..

Aku terdiam sejenak ketika mendengar nama kerajaan yang tadi disebutnya. Nama itu terdengar begitu indah dan luar biasa. Untuk orang yang sedikit faham Bahasa Arab sepertiku, nama itu terdengar sedikit menggetarkan sampai bulu-bulu halus di lenganku dan tengkukku ikut berdiri karena mencoba percaya bahwa kerajaan kami dulu mempunyai nama sehebat itu.

Darod Donya,  Cek? Kenapa namanya Darod Donya?” Bukannya menjawab pertanyaannya tentang sungai saksi sejarah yang mengalir deras dan dapat kulihat dengan jelas di bawah sana, aku malah memberinya pertanyaan lain.

“Itu tugasmu, Anak muda.. Kau harus tahu kenapa kerajaan yg lebih dikenal dengan nama Aceh Darussalam dulunya bernama Darud Donya.”  

  

Rasa penasaran itu kini berdentang-dentang seperti bunyi jam di dalam kepalaku.

“Cek, Kenapa di taman sari ada tugu proklamasi?” Aku mencoba menyuguhinya pertanyaan lain.
Aku melihatnya tersenyum. Wajahnya tampak masih sangat segar walaupun uban telah memenuhi hampir di seluruh kepalanya. Wajah yang penuh dengan gurat optimisme itu kini menghadap ke arahku. Kini aku dapat dengan jelas memerhatikan bola matanya yang hitam dengan tulang mata yang agak menonjol ke atas, seperti mata nenekku. Aku selalu percaya bahwa bentuk mata itu adalah mata yang mempunyai pandangan paling tajam dan tatapan dari jenis mata seperti itu mampu menghujam langsung ke ulu hatimu.

“Kau sempat membaca pamplet yang berada di depan tugu itu?” Ia kemudian menjawab pertanyaanku dengan pertanyaan yang lain.

“Iya, ada. Tapi saya rasa penjelasannya kurang nyambung. Tahunnyas aja berbeda dengan tahun proklamasi di Indonesia.” Ucapku mengingat tahun 1959 yang terpampang di pamplet tersebut.

“Iya, itu benar. Telah terjadi banyak pencucian sejarah selama beberapa abad ini. Hanya anak muda yang peduli sajalah yang bisa menjawab semua dan membersihkan kembali noda-noda yang ditoreh secara sengaja atau tidak dalam penceritaan kembali sejarah bangsa ini.”  Sejumput rasa khawatir dan takut menyusup diam-diam ke hatiku demi mendengar ucapannya.

Aku ingin bertanya berbagai macam hal kepadanya, tapi aku tak yakin dia akan menjawab semua pertanyaan-pertanyaanku dengan jelas. Ia hanya memberikan clue untukku dan kemudian ia seperti ingin agar aku memasuki gerbang masa lalu itu sendirian. Ia hanya datang mengantarkan sampai ke pintu dan penjelajahan yang dahsyat itu harus kujalani sendiri. Kurasa.
 
Jadi aku memutuskan untuk tidak lagi banyak bertanya. Ia kemudian bercerita. “Tempat-tempat dan jalan-jalan yg telah kita lalui hari ini adalah lingkungan ‘dalam’ kerajaan darud dunia yang telah dikuasai oleh puluhan bahkan ratusan raja-raja besar secara turun temurun. Nama ‘dalam’ kemudian diganti dengan nama Kuta Raja pada saat Belanda datang ke Aceh dahulu. Raja-Raja Aceh Lhee Sagoe tinggal di istana megah tempat pertama kali kita bertemu tadi. Dan meligoe ini adalah bagian dari lingkungan istana. Ada banyak tempat-tempat indah di lingkungan ‘dalam’ ini.     
  

                
Seperti Taman sari,Taman Sari Gunongan, Taman putro Phang dan Kherkhoff, semuanya adalah satu, yaitu tempat bermain para sulthan dan sulthanah kerajaan Darud Dunia yang lebih dikenal dengan sebutan TAMAN GHAIRAH (3). 

Yang kudengar dari cerita sahibut tarikh, dulu di lokasi Kherkhof itu ada sebuah taman yang indah khusus untuk putroe-putroe yang disebut dengan nama Taman Khairani. Sementara lapangan yang kita kunjungi tadi adalah Taman Khayali, dimana para raja dan pembesar istana menghabiskan waktu senggangnya disana untuk menonton pacuan kuda dan pacuan gajah. Kau tahu, Anak muda, menurut kabar yang kudengar, jumlah gajah yang dipunyai oleh kerajaan darud dunia mencapai 800 ekor .”



Rasa takut dan khawatir kini semakin membesar dalam hatiku, namun rasa kagumku yang terlanjur lebih besar telah mengalahkan rasa takut itu.

Aku takut pak tua itu mengada-ada. Atau mungkin ia benar-benar tahu yang sebenarnya. Tapi kalau semua yang dia katakan adalah sebuah kebenaran, lalu kenapa aku saja yang tidak tahu apa-apa tentang hal ini.
“Dan Darul ishky itu adalah sungai yang terindah yang mengalir di sepanjang keraajan dan berada di bawah seluruh bangunan-bangunan inti yang dijadikan tempat kediaman raja. “

Alam khayalku  kini dipenuhi oleh pemandangan sebuah film yang berjudul Lord of The Ring, ketika adegan para elves pulang ke daerahnya yang bernama Rivendell. Kilasan lain adalah beberapa ayat Al- Qur’an yang menerangkan tentang surga yang di bawahnya mengalir sungai-sungai. Tanpa sedikitpun bermaksud untuk membanding-bandingkan dunia yang hina ini dengan surga, aku hanya takjub dengan kehebatan peradaban masa lalu yang mampu menghadirkan view surgawi itu di lingkungan tempat tinggal mereka.
Rasa khawatir yang kini mulai berperang dari dalam hatiku membuatku tampat sedikit gelisah. Akupun beristighfar untuk menangkap kembali imajinasiku yang kini berterbangan entah kemana. Aku takut, takut sekali, bukan karena aku tak bisa percaya akan cerita-cerita yang telah kudengar. Aku hanya tak berani untuk mempercayai semua ini. 

Apa yang kau tahu tentang taman Putro Phang? Ujarnya lagi padahal aku yakin ia telah melihatku mulai tak tenang di tempat dudukku.

“Sebuah Taman yang di bangun Baginda sulthan Iskandar Muda untuk salah satu istrinya yang berasal dari Pahang.” Jawabku sesuai dengan berita dari buku yang pernah kubaca.

“Saya juga sering membaca seperti itu, selain itu menurut sirah lainnya, pembangunan Batu Pelinggam pinto khop itu dibuat oleh menantu Sulthan yg bernama Iskandar Tsani yang berasal dari Pahang. Namun menurut cerita yang kudengar secara turun temurun, taman itu memang sudah ada sejak dulu ketika ayah dan kakek Mengkuta Alam Sulthan Iskandar Muda (4) berkuasa, karena itu adalah taman permainan yang sudah turun temurun ada di kerajaan ini.  Nama Indera Bangsa yang dinisbatkan pada Batu pelinggam itu adalah gelar yang disandang oleh Ibunda Sulthan Iskandar Muda

“Pernahkah kau berkunjung ke museum, Anak muda?” Ia mencecarku dengan pertanyaan lain sebelum aku sempat sepenuhnya paham dengan penjelasannya tantang taman yang namanya dinisbatkan kepada nama sebuah daerah yang berada di daratan melayu sana.

“Museum tsunami, Cek?” Ucapku ragu-ragu.

“Museum Aceh, Anak muda. Kebanyakan anak muda zaman sekarang ketika kita bertanya tentang museum, yang ada di dalam kepala mereka adalah museum baru yang berdiri gagah dan mewah itu. Mereka bahkan lupa bahwa di tepian Darul Ishki telah lama berdiri sebuah museum yang sering juga disebut Rumoh Aceh. “  Aku mengangguk-angguk menyetujui pendapatnya. 

“Saya pernah beberapa kali kesana. Tapi saya tidak begitu tertarik dengan isinya. Saya hanya suka dengan surat-surat dari Sulthan Aceh kepada raja-raja dari daerah lain dan juga sebaliknya. Kebanyakan surat itu ditulis dalam bahasa Arab dan Bahasa Aceh, walaupun untuk Ratu Elizabeth I sekalipun. Selain itu saya juga melihat berbagai macam jenis bate jirat dengan berbagai ukuran dan bentuk di sana. Namun saya tidak dapat membedakan antara batu-batu tersebut.” Aku menjawab panjang lebar.



“Ada banyak barang berharga yang sudah dipindahkan dari Museum Aceh ke tempai-tempat lain di seluruh dunia. Tak perlu kau tanya apa alasannya.” Suara pak tua sedikit meninggi ketika mengucapkan kalimat itu. Ia tampak tak rela dengan apa yang telah berlaku atas nanggroe ini. 

“Dan jika kau ingin melihat lebih banyak lagi batu-batu bersejarah itu, carilah orang yang bisa membaca batu itu. Ajaklah mereka bermain-main ke Ulee Lhee. Pergilah ke sebuah tempat sejauh beberapa ratus meter dari jembatan Lampaseh Aceh yang berada di sebelah  kanan jalan. Di sisi sebuah rumah bertipe 36 yang kini dijadikan posko sebuah partai, kau akan menemukan sebuah belokan ke kiri. Lewatlah jalan itu, berjalanlah terus lurus ke arah Kampong Pande dan Kampong Jawa. Maka di sepanjang jalan itu, engkau akan menemukan puluhan bahkan ratusan bate-bate jirat (5) lain yang lebih besar dan lebih indah ukirannya yang kini berserakan di dalam rawa bakau di sepanjang jalan itu.” Cerita yang disampikan pak tua kini telah berhasil menambah cepat detak jantungku dan menambah dentuman di dalam kepalaku. 

“Kenapa Yah cek menyebut Ulee Lhee (Kepala Tiga) bukan Ulee Lheu?”  Tanyaku penasaran setelah tadi hanya berdiam diri mendengarkan penjelasannya yang semakin lama semakin terdengar runyam.

“Kerajaan Aceh Darussalam ini awalnya bernama Aceh Lhee Sagoe (6), dan Barisan Pantai Ulee Lhee adalah Sagoe ke tiga dari kerajaan besar itu, Nak. Dan tugasmu yang lain adalah mencari tahu dimana tempat yang disebut Sagoe satu dan Sagoe Dua.” Pak tua tak tampak ingin memberiku kesempatan lagi.
Ada sesuatu di balik semua ini, namun ia hanya memberiku kunci pembuka, tanpa penjelasan lain. Ia dengan sendirinya telah memberiku tugas yang amat banyak untuk kuselesaikan. Padahal beban ujian akhir lisanku yang akan kuikuti minggu depan sudah cukup membuatku amat kelelahan.

“Ketika kau pulang nanti, lewatilah jalan di belakang komplek Kodam, kau akan menemukan sesuatu disitu.” Kata-katanya seperti petuah seorang bajak laut dalam sebuah film petualangan besar yang sedang memberi petunjuk kepada anak buahnya yang akan memainkan peran utama menggantikan posisinya menuju ke arah tempat harta karun yang tak ternilai tersembunyi.

“Kenapa kita tak pergi sama-sama? “ Tanyaku kemudian berharap lawatan ini tidak berakhir disini. Dan kalaupun harus berakhir, paling tidak aku tak harus berjalan sendirian untuk kembali ke mesjid raya.

“Saya sudah dijemput.” Ia menunjuk ke arah seorang pemuda yang kini sedang berjalan perlahan-lahan mendekati kami.

“Kalau kau masih ingin melanjutkan lawatan ini, pergilah ke tempat-tempat yang dijaga dengan sangat ketat.”  Pak tua memberikan aku sebuah ‘kata kunci’  terakhir sebelum akhirnya si anak muda yang kutaksir seusia denganku kini berdiri tepat di samping kami dan langsung memotong pembicaraan kami.

“Aku telah mencari Abu ke maejid raya, dan sudah mutar-mutar di daerah sini semenjak usai shalat dhuhur tadi. Rupanya Abu disini. Ini sudah waktunya pulang.” Anak muda itu berucap dengan lembut kepada ayahnya seperti sedang merayu seorang anak kecil untuk ikut pulang bersamanya.

“Maaf, Bang, kalau Abu saya membuat abang bingung. Abu memang suka bercerita, tapi ceritanya tak usahlah Abang masukkan ke dalam hati. Dia hanya bercerita legenda dan mitos.”  Lelaki muda itu kini tersenyum tak enak kepadaku.

Kini akupun bangkit,ikut bersama mereka berjalan di belakang ayah dan anak itu agar aku tidak tertinggal sendirian di komplek elit ini.

Ketika tiba di pintu gerbang aku melihat anak muda yang menggunakan T-shirt berwarna putih tadi berjalan mendekati mobil innova berwarna hitam metalik dan membukakan pintu di sebelah kanan untuk ayahnya.
Lelaki tua itu melihat ke arahku dan kembali tersenyum dan berkata’ “Kau mau ikut, anak muda?”

Aku menggeleng lemah dan berkata tidak apa-apa. Tapi jawaban itu kini membuatku harus kembali berjalan menelusurui teriknya panas ba’da dhuhur sendirian ketika mobil berplat BL itu mulai beranjak dari samping gerbang kawasan Anjong Mon Mata menuju ke arah Simpang Lima taman sari .

Langkahku yang lunglai karena ditinggal sendiri di tengah misi besar mengunjungi keyajaan masa lalu ini, berjalan tergesa-gesa menyusuri pagar-pagar pendopo gubernur yang dihiasai dengan tulisan Asmaul Husna di sepanjang pagar setinggi 3 meter yang mengelilingi seluruh komplek pendopo tersebut.

Sesampai di sisi pagar yang mulai berputar ke arah kanan, aku tak melanjutkan langkahku menyusuri pagar itu. Namun aku memilih untuk menuju ke jalan seberang dan memasuki jalan kecil yang berada tepat di belakang komplek Kodam Banda Aceh seperti pesan yang telah diamanahkan oleh pak tua kepadaku.

Saat tiba di persimpangan kecil, akupun berbelok ke arah kanan yang menuju kembali ke jalan besar di depan mesjid raya. Setelah berjalan beberapa meter dari simpang dua, rasa lelahku terbayar dengan pemandangan indah yang telah kubayang-bayangkan bagaimana wujudnya sedari tadi. Sebuah komplek pemakaman yang terdiri dari beberapa makam besar berwarna coklat tanah tampak terawat dengan baik di balik pagar kawat setinggi 3 meter lebih . Aku berdiri dengan hati-hati di balik pagar dan mengamati kandang yang kuyakini juga milik orang-orang yang sangat hebat di masa lalu. Setelah beberapa saat mengamati, akupun kembali berjalan menelusuri jalan kecil di belakang komplek perumahan Kodam, karena merasa tak enak diperhatikan oleh beberapa orang yang sedang melintas di jalan itu.

Setibaku di ujung jalan, aku melihat sebuah pamplet bertuliskan kandang XII di atas sudut pagar kawasan Barata Department Store.

Ternyata petunjuk menuju kandang tadi ada disini, tapi banyak sekali orang yang tidak memperhatikan keberadaan tempat bersejarah itu. Mungkin karena jalan kecil di belakang komplek pribadi itu baru terbuka untuk umum beberapa tahun setelah bencana tsunami terjadi.

Kini tanpa menunggu lagi aku berjalan dengan hati-hati menuju ke seberang jalan untuk kembali ke masjid raya Baiturrahman tempat dimana aku telah meninggalkan kenderaanku dan bertemu dengan seorang laki-laki tua yang hingga diakhir pertemuan tadi, aku tak tahu siapakah dia sebenarnya. Rasa penasaran yang berputar-putar seperti sebuah tornado di dalam kepalaku, telah membuatku tak sempat untuk berfikir sedikitpun untuk berkenalan dengan sang Sahibut Tarikh, Si penjaga sejarah..

Aku tak tau harus percaya atau tidak tentang semua cerita yang telah kudengar hari ini. Aku berharap semua ini benar ,walaupun aku belum punya keberanian untuk percaya sepenuhnya. Ketika keraguan itu muncul dan aku menganggap bahwa semua ini hanyalah khayalan belaka, akupun mencubiti pinggangku yang kini telah terbaring dengan kelelahan yang luar biasa di atas lantai pulam teras Mesjid Raya Baiturrahman. Rasa sakit akan cubitan dan rasa lelah yang sangat luar biasa ini, telah menjawab bahwa perjalananku hari ini bukanlah mimpi.

Kemudian tanpa memperdulikan tulisan di pamplet-pamplet putih kecil itu, aku berusaha memejamkan mata ditemani angin sepoi-sepoi yang segera membasuh rasa lelahku dan segera mengantarkanku kepada mimpi yang sebenarnya.

Di alam bawah sadarku, hanya ada satu kalimat yang terus terngiang-ngiang dan tak mau pergi.

“Kalau kau masih ingin melanjutkan lawatan ini, pergilah ke tempat-tempat yang dijaga dengan sangat ketat.”

Ya, hanya itulah satu-satunya password yang akan menemaniku nanti, seandainya aku masih ingin melanjutkan perburuan menuju kejayaan masa lalu ini.



……………………
Foot notes :




3. Shahdan adalah pertemuan dewala Taman Ghairah itu yang pada Sungai Darul-Ishki itu, dua buah jambangan, bergelar Rambut Gemalai. Maka kedua belah tebing Sungai Darul Ishki itu di-turap-nya dengan batu panchawarna, bergelar Tebing Sangga Saffa.

Dan adalah kiri kanan tebing sungai arah ka-hulu itu dua buah tangga batu hitam di-ikat-nya dengan tembaga semburan seperti emas rupa-nya. Maka ada-lah di-sisi tangga arah ka-kanan itu suatu batu me-ngampar, bergelar Tanjong Indera Bangsa. Di-atas-nya suatu balai dulapan sagi, seperti peterana rupa-nya. Sana-lah hadharat Yang Mahamulia semayam mengail.

Dan di-sisi-nya itu sa-pohon buraksa terlalu rampak, rupa-nya seperti payong hijau. Dan ada-lah sama tengah Sungai Darul-Ishki itu sa-buah pulau bergelar Pulau Sangga Marmar. Di-kepala pulau itu sabuah batu mengampar, perusahan-nya seperti tembus, bergelar Banar Nila Warna. Dan ada-lah keliling pulau itu karang berbagai warna-nya, bergelar Karang Panchalogam. Di-atas Pulau Sanggar Marmar itu suatu pasu, ia-itu permandian, bergelar Sangga Sumak.

Dan ada-lah isi-nya ayer mawar yazdi yang amat merebak bau-nya, tutup-nya daripada perak, dan kelah-nya daripada perak, dan charak-nya daripada fidhah yang abyadh. Dan ada-lah kersek pulau terlalu elok rupa-nya, puteh seperti kapor barus.

 (BUSTANUSSALAATIN)

………………
Berdasarkan teks dari kitab tersebut kiranya dapat diketahui pada dasarnya bangunan Gunongan itu berdiri dengan tinggi 9,5 meter, menggambarkan sebuah bunga yang dibangun dalam tiga tingkat.
Tingkat pertama terletak di atas tanah dan tingkat tertinggi bermahkota sebuah tiang berdiri di pusat bangunan. Keseluruhan bentuk Gunongan adalah oktagonal (bersegi delapan). Serambi selatan merupakan lorong masuk yang pendek, tertutup pintu gerbang yang penyangganya sampai ke dalam gunung.

Peterana batu berukir berupa kursi bulat berbentuk kelopak bunga yang sedang mekar dengan lubang cekung di bagian tengah. Kursi batu ini berdiameter 1 m dengan arah hadap ke utara dan mempunyai tinggi sekitar 50 cm. Sekeliling peterana batu berukir berhiaskan arabesque berbentuk motif atau jaring jala.

Peterana batu berukir berfungsi sebagai tahta tempat penobatan sultan. Belum diketahui dengan pasti nama-nama sultan yang pernah dinobatkan di atas peterana batu berukir tersebut. Bustanus as salatin menyebutkan ada dua buah batu peterana, yaitu peterana batu berukir (kembang lela masyhadi) dan peterana batu warna nilam (kembang seroja). Namun yang masih dapat disaksikan hingga saat ini adalah peterana batu berukir kembang lela masyhadi yang terletak bersebelahan dengan Gunongan dan berada di sisi sungai.

Dalam komplek Gunongan tersebut juga dikatakan terdapat Kandang Baginda. Kandang Baginda ini merupakan sebuah lokasi pemakaman keluarga sultan Kerajaan Aceh, di antaranya makam Sultan Iskandar Tsani (1636-1641 M) sebagai menantu Sultan Iskandar Muda (1607-1636 M) dan istri Sulthanah Tajul Alam (1641-1670).

Bangunan kandang berupa teras dengan tinggi 2 m dikelilingi oleh tembok dengan ketebalan 45 cm dan lebar 18 m. Bangunan ini dibuat dari bahan bata berspesi kapur serta berdenah persegi empat dengan pintu masuk di sisi selatan.

Areal pemakaman terletak di tengah lahan yang ditinggikan. Konon lahan yang ditinggikan pernah dilindungi oleh sebuah bangunan pelindung. Pagar keliling Kandang mempunyai profil berbentuk tempat sirih dengan tinggi 4 meter.

Pagar ini diperindah dengan beragam ukiran berbentuk nakas, selimpat (segi empat), temboga (seperti hiasan tembaga). Mega arak-arakan (awan mendung) dan dewala (hiasan serumpun bunga dengan kelopak yang runcing dan bintang_seperti teratai), merupakan hiasan. Pada kolom tembok keliling berupa arabesque berbentuk pola suluran mengikuti bentuk segi empat.

Mega arak-arakan yaitu hiasan arabesque berupa awan mendung yang dibentuk dari suluran sebagai hiasan sudut pada bingkai dinding. Dewamala merupakan hiasan yang berbentuk menara-menara kecil berjumlah dua belas buah di atas tembok keliling terutama di bagian sudut, berbentuk bunga dengan kelopak daunnya yang runcing menguncup. Menurut sumber bangunan ini dibuat oleh orang Turki atas perintah Sulthan.

Di sisi barat Taman Ghairah (Gunongan) terdapat Medan Khairani yang merupakan sebuah padang luas dan diisi dengan pasir dan kerikil, dikenal dengan nama kersik batu pelinggam. Sebagian besar lahannya kini digunakan sebagai Kherkoff. Kompleks makam ini digunakan untuk menguburkan prajurit Belanda yang gugur dalam Perang Aceh (1873-1942).

Dalam Taman Ghairah juga dibangun lima unit balai dengan halaman pada tiap-tiap balai beserta teknik pembangunan dan kelengkapan ragam hiasnya. Balai merupakan bangunan panggung terbuka yang dibangun dari kayu dengan fungsi yang berbeda-beda.

Balai-balai tersebut antara lain Balai Kambang yang berfungsi sebagai tempat peristirahatan. Kemudian Balai Gading yang berfungsi sebagai pelaksanaan kenduri, Balai Rekaan Cina tempat peristirahatan yang dibangun oleh ahli bangunan dari Cina, Balai Keemasan tempat peristirahatan yang dilengkapi dengan pagar keliling dari pasir dan Balai Kembang Caya. Sayangnya, balai-balai yang disebutkan dalam kitab Bustanul Salatin saat ini sudah tidak ada yang tersisa.

Bangunan lain yang terdapat dalam Taman Ghairah ini adalah Pinto Khop (Pintu Biram Indrabangsa) yang secara bebas dapat diartikan dengan pintu mutiara keindraan atau kedewaan/raja-raja. Di dalam Busatanul Salatin disebut dengan Dewala.

Gerbang yang lebih dikenal dengan sebutan Pinto Khop ini merupakan pintu penghubung antara istana dengan Taman Ghairah. Pintu ini berukuran panjang 2 m, lebar 2 m dan tinggi 3 m. Pinto Khop ini terletak pada sebuah lembah sungai Darul Isyki (Krueng Daroy).

Dugaan sementara, tempat ini merupakan tebing yang disebutkan dalam Bustanul Salatin dan bersebelahan dengan sungai tersebut. Dengan adanya perombakan pada tata kota Banda Aceh dikemudian hari, Pinto Khop akhirnya tidak berada lagi dalam satu komplek dengan Taman Sari Gunongan (taman ini juga telah berubah dari arsitektur semula seperti yang digambarkan dalam kitab Bustanul Salatin).

Bangunan Pinto Khop dibuat dari bahan kapur dengan rongga sebagai pintu dan langit-langit berbentuk busur untuk dilalui dengan arah timur dan barat. Bagian atas pintu masuk berhiaskan dua tangkai daun yang disilang, sehingga menimbulkan fantasi (efek) figur wajah dengan mata dan hidung serta rongga pintu sebagai mulut.

Atap bangunan yang bertingkat tiga dihiasi dengan berbagai hiasan dalam bingkai-bingkai antara lain; biram berkelopak (mutiara di dalam kelopak bunga seperti yang ditemukan juga pada bangunan Gunongan) dan bagian puncak dihiasi dengan sangga pelinggam (mahkota berupa topi dengan bagian puncak meruncing).

Bagian atap merupakan pelana dengan modifikasi di empat sisi dan berlapis tiga. Pada sisi utara dan selatan dewala ini berkesinambungan dengan tembok tebal (tebal 50 m dan tinggi 130 meter) yang diduga merupakan pembatas antara lingkungan Dalam (kraton) dengan taman. Namun, lagi-lagi dikemudian hari tembok tersebut tidak diketemukan lagi akibat pembangunan tata ruang kota Banda Aceh.  (Boy Nasruddin Agus)

….dan tiada-lah hamba panjangkan kata beberapa dari kekayaan Allah s.w.t yang gharib. Dan sakalian dalam taman itu daripada sarwa bagai buah-buahan daripada buah serbarasa, dan buah tufah, dan buah anggor, dan buah tin, dan delima, dan buah manggista, dan buah rambutan…”.[]
(BUSTANUSSALAATIN)






REFERENSI :

1.     1.  Bustanussalatin (Syech Nuruddin Ar-Raniry)
2.      2.  Tarich Atjeh dan Nusantara jilid I.( H.M Zainuddin)
3.      3.  Reid, Anthony (1996) Indonesian Heritage; Early of Modern History
4.      4.  A. Hasymi (1994) Kebudayaan Aceh dalam Sejarah

……………………………………………………………………………………………………………………………………………………..



JOGJAKARTA

Entah kenapa, Aku dan Jogja tak bisa akur. Meskipun aku sudah merinduinya sekian lama, tetap saja ketika mengunjunginya sekali dalam seumur ...