Saturday 21 March 2020

INJILIZIYYAH


Ada sebuah mata pelajaran yang sangat saya benci pada saat di MA dulu.. Salah satu pelajaran bahasa yang kemudian dijadikan bahasa resmi pondok…  Bahasa yang sangat menyebalkan dan membuat saya selalu mual bila harus mengucapkan beberapa kalimat menggunakan bahasa tersebut… Bahasa yang menurut saya adalah bahasa kutukan, lain ditulis lain diucap. Munafik sekali. .

Tapi, walaupun saya tak suka, bahasa tersebut tetap harus selalu kami gunakan sebagai alat komunikasi pada season English week.. Season English weeks itu akhirnya benar-benar menjadi waktu-waktu yang amat berat yang harus saya lewati selama 2 minggu  setiap bulannya.. Dan saya pernah beberapa kali ditegur oleh Abu Lughah -TM.Qadarusman- yang menjabat waktu itu, gara-gara saya masih saja menggunakan bahasa Arab saya yang kacau di edisi English weeks.. Suatu kali saya ditanyai olehnya..

“Why don’t you speak English instead of Arabic in this week?”

 “Ana laaastathi’ lughah dzalek.” Saya menjawab dengan kesal…

Setelah itu saya memutuskan untuk mengubah Englishweeks saya menjadi Silent weeks saja. Pastinya hal ini sangat mebuat saya tertekan, secara saya adalah seorang gadis ceria dan ceriwis nan baik hati dan rajin menabung.. (juga suka gak nyambung.)

Kebencian saya akan bahasa kafir itu bertambah. Saya sangat panik ketika suatu malam saya kena giliran speech ba’da magrib di mushalla.  Saya belum jua bisa menghapal speechnya..Seorang kawan saya yang baik hati bernama Sartika Sari yang akrab kami panggil ‘jalek’,kemudian memberikan solusi yang sangat membantu saya pada waktu itu..

“Ihmili faqadh qirtash jalek. Undhurii hunaaka, lau tansa.” Begitu kira-kira nasehat bijaknya waktu itu.

Saya pun mengikat kembali harapan saya yang sempat putus, dengan sediki semangat yang tersisa beranjak menuju mushalla.

‘Alhamdulillahilladzi khalaqal mauta walhayata liyab luakumayyukum ahsanu ‘amala…”

Begitulah pembukaan speech yang akan saya sampaikan malam itu. Namun apa dinyana, sebelum sampai pada kata-kata penghormatan,tiba-tiba  lampupun tewas meninggalkan saya yang bengong dalam kesunyian.. 

Innalillahi wainna ilaihi raaji’un..  Koor  berkabung dari barisan depan terdengar mengiringi kepergian cahaya lampu..

Selanjutnya… hanyalah ke sunyian belaka…

Detik demi detik…
Menit demi menit..
Mereka menunggu saya melanjutkan pidato saya… 

Namun penantian mereka harus pupus karena saya akhirnya berucap:
“Before I start my speech, I will close it with … Assalamu’alaikumwarahmatullahiwabarakaatuh..”

Saya hampir pingsan ketika menyadari apa yang barusaja keluar dari mulut saya..

Ternyata suudzan saya dengan bahasa ini benaradanya.. And from that day on… Bahasa itu telah saya resmikan menjadi musuh bebuyutan.. Saya tidak akan  pernah memaafkanmu, Bahasa jelek….

Hngga suatu hari pada saat pelajaran muthala’ah, Al-mukarram Ust. Nurchalis Sofyan menugaskan kami untuk membuat sebuah karangan singkat,satu halaman saja, tentang sebuah tema yang tidak begitu saya ingat lagi.Itupun saya tak bisa…Padahal saya sudah mencoba membuka-buka kamus  bahasa 1 milyar huruf, tapi hasilnya tetap nol.

Akhirnya, di detik detik terakhir tugas akan dikumpul… Saya berdo’a agar Allah mengirimkan seorang kesatria berhati mulia untukmembantu saya menyelesaikan tugas yang sangat berat tersebut.
Alhamdulillah,do’a saya segera terjawab, walaupun bukankesatria, tapi dia berhak menyandang gelar srikandi  karena telah menyelamatkan saya dari perasaan bersalah jika tidak berhasil menyelesaikan tugas dari ustadz yang sangat saya hormati. Srikandi itu bernama : Rizki Adha Rossa.. 

Terima kasih yaa Rabbi.. Engkau telah mengirimkannya kepadaku di saat-saat sulit seperti ini..

Dan sore di saat kami harus mengumpulkan tugas muthala’ah itu, tibalah…
Saya masih ingat, hari itu kami belajar di depan ruang makan, di bawah pohon roda yang rindang sambil mengumpulkan tugas masing-masing dengan wajah penuh senyuman…

Ketika itu saya saya mendengar nama saya dipanggil oleh ustadz..
“Ini sudah bagus writingnya..Pertahankan..”

Deg…Protes hati saya waktu mendengar pujian ustadz…Saya harus bagaimana ini..???
‘Em, em,jujur gak yaaaaa???’ Suara hati berbisik galau.

“Itu.. em.. Itu Rossa yang buat, Ustadz….”
Gubraksssssssssssssssss!!!!


Kebenaran itu berjuang untuk meloloskan diri dari cengkraman kebohongan yang sedang mengelilinginya .. Lega sekali rasanya ketika kejujuran itu berhasil mempertahankan diri.

Hanya saja perasaan lega itu tak bertahan lama. Pemandangan selanjutnya adalah hal yang sukar untuk saya lukiskan dengan kata-kata… Saya melihat gurat kekecewaan di wajah oval itu.. Senyumannya berubah pias mendengar pengakuan saya tadi..

Yang terjadi selanjutnya adalah ceramah panjang yangtelah menghabiskan waktu sekitar satu setengah jam pelajaran.. Gara-gara saya,semua mendapatkan bonus siraman rohani  dari ustadz, sore itu..

Ada banyak sekali pelajaran berharga yang beliau berikan saat itu.. Buaaanyak sekali… Diantaranya:
Kalau, guru itu merasa dihargai jika tugasnya diselesaikankan tepat waktu.
Kalau, hasil yang kurang bagus dara usaha sendirijauh lebih mulia dari hasil bagus tapi dibuat orang. 
Kalau, Allah itu lebih melihat ke proses dari pada ke hasil.
Kalau, usaha kita, walaupun untuk membuat sebuah catatan kecil, tidak akan sia-sia, dll. dll.

Namun diantara semuanya itu, ada satu hal yang paling cocok dengan saya, very me alias gue banget, yaitu.. Kalau kamu tidak menyukai sebuah pelajaran, maka belajarlah untuk menyukai pengajarnya dulu,  dengan demikian kita akan berusaha untuk membuatnya tidak kecewa … Sweet banget kan??? Kata-kata ini ternyata menjadi kata-kata favorit ketika saya kelak juga menjadi pengajar..

Dari situlah saya belajar menyukai bahasa kompeni yang telah menjadi musuh bebuyutan saya selama belasan bulan terakhir… Bukan karena saya sudah memaafkannya. Bukan. Sekali-kali bukan.. Tapi hanya karena saya tidak ingin membuat ustadz saya kecewa lagi.

Di balik itu semua,ternyata ada kenyataan pahit yan gharus saya terima. Bukan saya saja ternyata yang tidak memaafkan sang bahasa nyebelin itu, dia pun ternyata juga telah mendendam sekian lama kepada saya,karena saya membecinya. Membencinya dengan lebay.

Tanpa sepengetahuan saya, bahasa itu telah mengutuk saya agar terus bersamanya kemudian, selama empat tahun lebih. Bukan saja untuk mengenalnya lebih dekat,tapi juga untukmempelajari setiap detailnya dan memaksa saya terbiasa dengan keberadaannya.

Sering kali saya tersenyum sendiri ketika mengingat sebuah hadits:

أحببحبيبك هونا ما عسىأن يكون بغيضك يوماما وأبغضك هونا ماعسى أن يكون حبيبكيوما ما

“Cintailah orang  yang kamu cintai sewajarnya, boleh jadi pada suatu hari kelak ia akan menjadi orang yang engkaubenci. Dan, bencilah orang yang kau benci sewajarnya, boleh jadi pada suatuhari kelak ia akan menjadi orang yang engkau cintai.”

Walaupun kebencian ini bukan di alamatkan kepada seseorang melainkan hanya kepada sesuatu, tapi kualat itu tetap berlaku…

Kutukan manis itu ternyata tidak berhenti sampai empat tahun saja.. Setelah tamat kuliah saya mencoba menguli diri di sebuah institusi yang menerima saya sebagai seorang staff pengajar..  Tentunya saya harus mengajar sesuai dengan jurusan waktu kuliah dulu kan??? Dan jurusan itu telah mewajibkan saya mengkompanyekan seluruh skill dan pengetahuan saya tentang bahasa yang dulunya sangat saya benci...

Sayapun sempat melihatnya tersenyum, MENANG..




No comments:

Post a Comment

JOGJAKARTA

Entah kenapa, Aku dan Jogja tak bisa akur. Meskipun aku sudah merinduinya sekian lama, tetap saja ketika mengunjunginya sekali dalam seumur ...