Ada sebuah mata pelajaran yang sangat saya benci pada saat di MA
dulu.. Salah satu pelajaran bahasa yang kemudian dijadikan bahasa resmi pondok…
Bahasa yang sangat menyebalkan dan membuat saya selalu mual bila harus
mengucapkan beberapa kalimat menggunakan bahasa tersebut… Bahasa yang menurut
saya adalah bahasa kutukan, lain ditulis lain diucap. Munafik sekali. .
Tapi, walaupun saya tak suka, bahasa tersebut tetap harus selalu
kami gunakan sebagai alat komunikasi pada season English week.. Season English
weeks itu akhirnya benar-benar menjadi waktu-waktu yang amat berat yang harus
saya lewati selama 2 minggu setiap bulannya.. Dan saya pernah beberapa
kali ditegur oleh Abu Lughah -TM.Qadarusman- yang menjabat waktu itu, gara-gara
saya masih saja menggunakan bahasa Arab saya yang kacau di edisi English
weeks.. Suatu kali saya ditanyai olehnya..
“Why don’t you speak English instead of Arabic in this week?”
“Ana laaastathi’ lughah dzalek.” Saya menjawab dengan
kesal…
Setelah itu saya memutuskan untuk mengubah Englishweeks saya
menjadi Silent weeks saja. Pastinya hal ini sangat mebuat saya tertekan, secara
saya adalah seorang gadis ceria dan ceriwis nan baik hati dan rajin menabung..
(juga suka gak nyambung.)
Kebencian saya akan bahasa kafir itu bertambah. Saya sangat
panik ketika suatu malam saya kena giliran speech ba’da magrib di
mushalla. Saya belum jua bisa menghapal speechnya..Seorang kawan saya
yang baik hati bernama Sartika Sari yang akrab kami panggil ‘jalek’,kemudian
memberikan solusi yang sangat membantu saya pada waktu itu..
“Ihmili faqadh qirtash jalek. Undhurii hunaaka, lau tansa.”
Begitu kira-kira nasehat bijaknya waktu itu.
Saya pun mengikat kembali harapan saya yang sempat putus, dengan
sediki semangat yang tersisa beranjak menuju mushalla.
‘Alhamdulillahilladzi khalaqal mauta walhayata liyab
luakumayyukum ahsanu ‘amala…”
Begitulah pembukaan speech yang akan saya sampaikan malam itu.
Namun apa dinyana, sebelum sampai pada kata-kata penghormatan,tiba-tiba
lampupun tewas meninggalkan saya yang bengong dalam kesunyian..
Innalillahi wainna ilaihi raaji’un.. Koor berkabung
dari barisan depan terdengar mengiringi kepergian cahaya lampu..
Selanjutnya… hanyalah ke sunyian belaka…
Detik demi detik…
Menit demi menit..
Mereka menunggu saya melanjutkan pidato saya…
Namun penantian mereka harus pupus karena saya akhirnya berucap:
“Before I start my speech, I will close it with …
Assalamu’alaikumwarahmatullahiwabarakaatuh..”
Saya hampir pingsan ketika menyadari apa yang barusaja keluar
dari mulut saya..
Ternyata suudzan saya dengan bahasa ini benaradanya.. And from
that day on… Bahasa itu telah saya resmikan menjadi musuh bebuyutan.. Saya
tidak akan pernah memaafkanmu, Bahasa jelek….
Hngga suatu hari pada saat pelajaran muthala’ah, Al-mukarram
Ust. Nurchalis Sofyan menugaskan kami untuk membuat sebuah karangan
singkat,satu halaman saja, tentang sebuah tema yang tidak begitu saya ingat
lagi.Itupun saya tak bisa…Padahal saya sudah mencoba membuka-buka kamus
bahasa 1 milyar huruf, tapi hasilnya tetap nol.
Akhirnya, di detik detik terakhir tugas akan dikumpul… Saya
berdo’a agar Allah mengirimkan seorang kesatria berhati mulia untukmembantu
saya menyelesaikan tugas yang sangat berat tersebut.
Alhamdulillah,do’a saya segera terjawab, walaupun bukankesatria,
tapi dia berhak menyandang gelar srikandi karena telah menyelamatkan saya
dari perasaan bersalah jika tidak berhasil menyelesaikan tugas dari ustadz yang
sangat saya hormati. Srikandi itu bernama : Rizki Adha Rossa..
Terima kasih yaa Rabbi.. Engkau telah mengirimkannya kepadaku di
saat-saat sulit seperti ini..
Dan sore di saat kami harus mengumpulkan tugas muthala’ah itu,
tibalah…
Saya masih ingat, hari itu kami belajar di depan ruang makan, di
bawah pohon roda yang rindang sambil mengumpulkan tugas masing-masing dengan
wajah penuh senyuman…
Ketika itu saya saya mendengar nama saya dipanggil oleh ustadz..
“Ini sudah bagus writingnya..Pertahankan..”
Deg…Protes hati saya waktu mendengar pujian ustadz…Saya harus bagaimana
ini..???
‘Em, em,jujur gak yaaaaa???’ Suara hati berbisik galau.
“Itu.. em.. Itu Rossa yang buat, Ustadz….”
Gubraksssssssssssssssss!!!!
Kebenaran itu berjuang untuk meloloskan diri dari cengkraman
kebohongan yang sedang mengelilinginya .. Lega sekali rasanya ketika kejujuran
itu berhasil mempertahankan diri.
Hanya saja perasaan lega itu tak bertahan lama. Pemandangan
selanjutnya adalah hal yang sukar untuk saya lukiskan dengan kata-kata… Saya
melihat gurat kekecewaan di wajah oval itu.. Senyumannya berubah pias mendengar
pengakuan saya tadi..
Yang terjadi selanjutnya adalah ceramah panjang yangtelah
menghabiskan waktu sekitar satu setengah jam pelajaran.. Gara-gara saya,semua
mendapatkan bonus siraman rohani dari ustadz, sore itu..
Ada banyak sekali pelajaran berharga yang beliau berikan saat
itu.. Buaaanyak sekali… Diantaranya:
Kalau, guru itu merasa dihargai jika tugasnya diselesaikankan
tepat waktu.
Kalau, hasil yang kurang bagus dara usaha sendirijauh lebih
mulia dari hasil bagus tapi dibuat orang.
Kalau, Allah itu lebih melihat ke proses dari pada ke hasil.
Kalau, usaha kita, walaupun untuk membuat sebuah catatan kecil,
tidak akan sia-sia, dll. dll.
Namun diantara semuanya itu, ada satu hal yang paling cocok
dengan saya, very me alias gue banget, yaitu.. Kalau kamu tidak
menyukai sebuah pelajaran, maka belajarlah untuk menyukai pengajarnya dulu,
dengan demikian kita akan berusaha untuk membuatnya tidak kecewa …
Sweet banget kan??? Kata-kata ini ternyata menjadi kata-kata favorit ketika
saya kelak juga menjadi pengajar..
Dari situlah saya belajar menyukai bahasa kompeni yang telah
menjadi musuh bebuyutan saya selama belasan bulan terakhir… Bukan karena saya
sudah memaafkannya. Bukan. Sekali-kali bukan.. Tapi hanya karena saya tidak
ingin membuat ustadz saya kecewa lagi.
Di balik itu semua,ternyata ada kenyataan pahit yan gharus saya
terima. Bukan saya saja ternyata yang tidak memaafkan sang bahasa nyebelin itu,
dia pun ternyata juga telah mendendam sekian lama kepada saya,karena saya
membecinya. Membencinya dengan lebay.
Tanpa sepengetahuan saya, bahasa itu telah mengutuk saya agar
terus bersamanya kemudian, selama empat tahun lebih. Bukan saja untuk
mengenalnya lebih dekat,tapi juga untukmempelajari setiap detailnya dan memaksa
saya terbiasa dengan keberadaannya.
Sering kali saya tersenyum sendiri ketika mengingat sebuah
hadits:
أحببحبيبك هونا ما
عسىأن يكون بغيضك يوماما وأبغضك هونا ماعسى أن يكون حبيبكيوما ما
“Cintailah orang yang kamu cintai sewajarnya, boleh jadi pada suatu hari kelak ia akan menjadi orang yang engkaubenci. Dan, bencilah orang yang kau benci sewajarnya, boleh jadi pada suatuhari kelak ia akan menjadi orang yang engkau cintai.”
Walaupun kebencian ini bukan di alamatkan kepada seseorang
melainkan hanya kepada sesuatu, tapi kualat itu tetap berlaku…
Kutukan manis itu ternyata tidak berhenti sampai empat tahun
saja.. Setelah tamat kuliah saya mencoba menguli diri di sebuah institusi yang
menerima saya sebagai seorang staff pengajar.. Tentunya saya harus
mengajar sesuai dengan jurusan waktu kuliah dulu kan??? Dan jurusan itu telah
mewajibkan saya mengkompanyekan seluruh skill dan pengetahuan saya tentang
bahasa yang dulunya sangat saya benci...
Sayapun sempat melihatnya tersenyum, MENANG..
No comments:
Post a Comment