Sunday 8 November 2020

KESEMPATAN TERAKHIR

Selalu saja, di setiap masa.. ada seseorang yang ketika dia pergi, dia juga membawa sepotong hati..

Apa kabar, Boi? Rasanya sudah lama sekali tidak mengiriminya pesan - pesan seperti itu. Mungkin dia sibuk. Mungkin pesan-pesanku nanti akan mengganggu kegiatannya. Mungkin dia akan merasa tak enak jika pesanku diterima tapi tak sempat dibalas. Dan ribuan mungkin lainnya menari-nari di anganku, hingga akhirnya aku mengalah dengan rasa ingin menyapa. Padahal dulunya dia adalah salah satu nama yang setiap weekend bertengger paling atas di list chatboxku. Salah seorang yang sering kuajak ngobrol hal-hal yang penting dan tak penting.

Tiga tahun yang unik penuh cerita terlewati dengan sukses. Lalu kuikhlaskan semua cerita itu berlalu. Kubiarkan mereka terbebas dari aku yang sudah menganggap diri sebagai ibu. Jika kuizinkan kau mengikuti kisah kami, tentunya kau akan tau bahwa tak mudah bagiku ketika lambat laun mereka tak lagi mengirimiku ucapan selamat hari raya, selamat hari guru, selamat ini, selamat itu. Benar-benar tak mudah. Apalagi jika ini berhubungan dengan si Boi, sesorang yang tak pernah menggoreskan luka apapun di hatiku, atau mungkin belum.

Setelah dia pergi, akupun menyimpan harap bahwa akan ada suatu saat dimana kami akan bersama-sama lagi sesering-seringnya. Mungkin seminggu sekali, atau sebulan sekali. Yang penting dia disini, di kota ini, tempat cerita indah dan luka bercampur menjadi sebuah kekuatan yang menghantarkan aku dan mereka ke mimpi-mimpi besar kami.

“Berapa lama kuliahnya?” tanyaku ketika dulu dia menelpon memberi tahu kalau tempat tujunya jauh disana, di pulau Jawa.

“4 tahun, Miss. Sama seperti S1 biasa.”

Baiklah, rasanya aku akan oke-oke saja untuk 4 tahun itu, “Tapi berjanjilah, jika pulang, kau akan mengabariku.”

“Tentu saja.” Janjinya

Dan kurasa, benar saja. Setiap kali pulang ke kota ini, aku entah bagaimana caranya, akan selalu tau bahwa dia berada disini. Di radius beberapa kilometer saja dari tempatku.

Sekali dalam 4 tahun itu, kami pernah hangout bareng bersama kawan-kawannya dan aku merasa sangat bahagia.

Kali kedua, tanpa sengaja aku bertemu dengannya di sekolah tanpa terencana. Seharusnya saat itu dia sedang berada di pulau Jawa dan aku di Malaysia, tapi ternyata dalam catatan takdir, aku diizinkan bertemu dengannya meskipun tak tererncana.

Di lain waktu, ketika ia pulang, aku menyanggupi untuk datang di acara pesta keluarganya, meskipun sedikit terlambat, tapi demi berjumpa aku berhadir kesana.

Lain waktu setelahnya, dia menyempatkan diri untuk singgah ke rumah di tengah jadwal yang padat hanya demi menghargai hatiku yang ia panggil, guru.

Dan yang terakhir, sebulan yang lalu.. Entah bagaimana Allah mengaturnya. Ketika tak sengaja tasku tertinggal di rumah seorang kawan dan aku harus buru-buru pulang, sementara ada seorang kawan lain yang harus kuantar ke sekolah. Sempat tebersit, alamat apa ini? Aku tak suka planning yang tak berjalan lancar.

Namun… di gerbang sekolah, aku melihatnya bersama seorang gadis, “O MY GOD ! Mimpi apa semalam bisa jumpa gini gak janjian. Bla bla bla.”

Belum sempat dia menjawab, aku menyambung lagi, “pacarmu ya Boi?” Sambil melihat ke arah si gadis cantik yang canggung karena kuperhatikan lama.

Baru kali ini dalam 4 tahun aku bisa mengganggunya dengan pertanyaan itu, padahal adalah kesempatan terbaikku ketika suatu saat, hanya satu kali dalam 4 tahun, dia menelponku untuk bertanya tentang novel yang cocok sebagai hadiah untuk seorang gadis. Sangkaku itu pasti untuk gadis pujaannya, tapi dia mengelak seperti biasa, “untuk adiknya kawan, Miss.” jawabnya saat itu.

Persis seperti hari ini, masih dengan jawaban yang sama, “Bukan Miss…." Bahkan setelah 4 tahun yang kurasa panjang itu, tak ada yang berubah. Tidak sedikitpun. Semuanya masih sama. Bahkan cara orang memandang kamipun masih sama, jealous. :D

Well, aku sangat berharap bahwa setelah hari itu akan ada farewell party karena dia akan segera kembali ke sekolahnya. Aku tak bertanya, hanya menunggu. Mungkin hari raya masih bisa berjumpa. Pasti banyak sekali agenda yang harus dibuatnya di kota ini, aku tak ingin mengganggu.

Hingga beberapa hari raya terlewat tanpa kabar, akhirnya aku mencoba menghubungi.. Tapi, wait! Kenapa tak ada satupun kontak namanya di list Hp-ku. Akhirnya karena khawatir dengan kesempatan terakhir, aku mulai menghubungi kawan-kawannya untuk bertanya, “si Boi sudah balik ya?” Tak ada yang tau.

Setelah mendapatkan nomor Handphonenya dari seseorang, aku langsung menekan tombol dial, bahkan sebelum aku menyimpannya. Ini telpon kedua selama 4 tahun kurasa. Meskipun yang pertama, Hp-nya dioper-oper ke seluruh asrama. Sedang nginap di Jogja katanya bersama kawan-kawan yang juga siswaku.

"Ini siapa?” Jawab suara di ujung sana. Diapun tak punya nomorku. Device kami sepertinya sudah seribu kali berganti sejak 4 tahun terakhir dan aku tak merasa akan perlu menghubungi dan dihubungi sesorang.

“Sudah balik ya?” Aku balik bertanya.

Dan benar saja, ternyata kesempatan terakhir itu tak pernah ada. Tapi bukan aku namanya jika tak masih berharap dia akan pulang lagi setelah training sebulan itu. Paling tidak, dia ditempatkan di Sumatera, tak begitu jauh dari kota ini. aku masih sangat sangat berharap bahwa masih ada kesempatan lain selain pertemuan yang 4 kali dalam 4 tahun. Aku tak mau penantian ini diakhiri dengan pertemuan express 4 menit di sekolah bulan lalu.

Sebulan berlalu aku tiba-tiba perlu sekali menanyai sesuatu kepada seorang alumni. Kucari-cari semua nama yang pernah mengirimiku pesan via WhatsApp, tapi satupun tak ada. Mungkin aku tak pernah menyimpannya. Tak banyak lagi nama yang penting belakangan ini. Karena terlalu menganggap orang penting ternyata terkadang meninggalkan jejak duka. Sampai akhirnya kutemukan namanya, Za. Tanpa melihat waktu, langsung ba bi bu.. Tak ingat kami berada di zona waktu yang satu jam berbeda.

Setelah beberapa baris baru tersadar sudah pukul 22.00 lewat, tapi ternyata masih aktif WhatsAppnya. Isi pembicaraan itu tak lagi penting ketika tiba-tiba ia berkata, “Miss, saya sudah dibacain penempatan.”

“Dimana?” tanyaku sedikit khawatir.

“Di Papua.” Ujarnya.

Ya Allah, Ya Allah. Apa mungkin selama ini aku terlalu khawatir bahwa ini akan terjadi? Bahwa ternyata 4 tahun bukanlah akhir dari perpisahan ini. Masih ada 9 tahun menanti. Dan aku tak berani berpikir tentang apa saja yang akan terjadi dalam 9 tahun itu. Mungkin dia menikah, sudah menjadi ayah atau sudah menjadi komandan atau pembesar di sebuah instalasi pemerintah. Yang jelas 9 tahun itu sudah pasti merubah segalanya dan mengubahnya menjadi seseorang yang lain, bukan lagi si Boi kecil kesayanganku.  

 

Banda Aceh, 2/10/2020

 

 

PROCEDURE TEXT

 Definition

A procedure is a piece of writing which consists of instructions to follow.

Why do we write instruction?

We write instruction because we want someone to carry out a procedure to reach a certain goal. For example a recipe is written out for people to learn how to cook a particular dish correctly.

Usually we write instructions in the correct order, i.e : in sequence

Communicative purpose

To tell the steps in doing or making  something in a sequential order.

How to write instruction

·         Instruction can be quite short and to the point

·         Others can be very detailed as they try o anticipate when things may go wrong  and show you what you should do before that happens

·         Sometimes, there are diagrams or photos included to help you understand the instruction

·         Writing good clear instructions is the result of following certain guidelines and rules

·         Instruction are not difficult to write but they must be well organised and useful to the reader

Example of Text

Instruction manuals, recipes

Text Organization

·         Goal states an opening statement with an objective

·         Materials (Optional) list the materials or items needed

·         Steps provide a series of steps listed in a logical order

Language Features

·         Present tense

·         Adjective

·         Nouns

·         Imperative verbs (command)

·         Quantifiers

·         Sequence connector

 

 

 

 

 

Goal          :                                                          How to Make a Kite Without Dowel

Materials :

·         A piece of card

·         Twine

·         Stapler

·         Pencil

·         Ruler

·         Hole puncher

Steps      :

·         First, fold paper in half

·         Second, make two marks in row, 2.5” each, from the edge of both sides of the paper

·         After that, bend the top left and right corners of paper to the paper to the first marked spot, make sure you match them

·         Next, staple the corner

·         Lastly, make a hole using the puncher on the second marked spot

 

JOGJAKARTA

Entah kenapa, Aku dan Jogja tak bisa akur. Meskipun aku sudah merinduinya sekian lama, tetap saja ketika mengunjunginya sekali dalam seumur ...